Manipulasi Survei Integritas Terungkap, KPK Soroti Celah Pengawasan di Daerah

Manipulasi Survei Integritas Terungkap, KPK Soroti Celah Pengawasan di Daerah
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto di sela acara peringatan Hakordia 2025 di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

MimbarRiau.com - Peluncuran Survei Penilaian Integritas (SPI) 2025 menjadi panggung pengingat keras dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Di hadapan peserta peringatan Hakordia di Kompleks Kepatihan, Selasa (9/12/2025), Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyinggung kembali praktik manipulasi survei yang pernah dilakukan sebuah pemerintah kabupaten sebelum 2025.

Setyo tidak menyebut nama daerah tersebut, namun ia menekankan bahwa pola manipulasi terjadi secara terstruktur. Ia menggambarkan bagaimana para pegawai yang menerima tautan survei dikumpulkan melalui pesan WhatsApp oleh pimpinan mereka. Dari sana, mereka diarahkan untuk mengisi kuesioner sesuai arahan yang sudah disiapkan. 

"Barang siapa yang mendapatkan WhatsApp dari KPK, tolong lapor. Kemudian dikumpulkan di satu tempat, di-brief. Nanti kalau pertanyaannya A, jawabannya A plus. Kalau pertanyaannya B, jawabannya B minus," ungkapnya.

Instruksi tersebut membuat daerah itu tercatat berada di kategori hijau, seolah memiliki integritas tinggi. 

Namun, validasi KPK justru menunjukkan sebaliknya. Ketika hasil survei dibandingkan dengan dokumen pendukung dan kondisi lapangan, ketidaksesuaian langsung terlihat.

"Kami memiliki alat yang bisa mengukur ini kira-kira benar atau tidak. Setelah dibandingkan dengan dokumen penyerta, kami simpulkan bahwa ini akal-akalan," jelas Setyo.

Dalam kesempatan itu, KPK juga mempublikasikan capaian SPI 2025 yang berada di angka 72,32 poin, sedikit lebih tinggi dibanding 2024 dengan skor 71,53. Meski meningkat, Setyo menilai posisi tersebut masih rentan karena risiko korupsi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah tetap tinggi.

Menurutnya, SPI seharusnya menjadi dasar evaluasi internal, bukan sekadar angka pencitraan. Ia mendorong kementerian dan lembaga memanfaatkan temuan SPI untuk memetakan titik rawan korupsi secara lebih serius.

"Di bagian apa yang risiko integritasnya masih rendah? Potensi kerawanan terhadap gratifikasi, pungutan, suap, dan lain-lain masih rendah. Semua bisa dilihat. Semua bisa diukur," tuturnya. **

Berita Lainnya

Index