Pengadilan Negeri Bangkinang dan Yayasan Sulusulu Pelita Negri Gelar Sidang Lapangan Gugatan Kebun Ayau di Areal Hutan Produksi Terbatas

Pengadilan Negeri Bangkinang dan Yayasan Sulusulu Pelita Negri Gelar Sidang Lapangan Gugatan Kebun Ayau di Areal Hutan Produksi Terbatas

MimbarRiau.com -  Pengadilan Negeri Bangkinang bersama pihak Yayasan Sulusulu Pelita Negri melaksanakan sidang lapangan dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pengelolaan kebun kelapa sawit Ayau yang diduga berada di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Perkara ini teregister dengan Nomor 176/Pdt.Sus-LH/2025/PN Bkn, dan telah memasuki tahap pembuktian lapangan setelah beberapa kali persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti.

Sekitar pukul 10.00 WIB, tim Pengadilan Negeri Bangkinang tiba di Dusun IV Plambaiyan, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, lokasi objek perkara. Sidang lapangan tersebut dipimpin oleh Hakim Hendri sumardi.  S.H., M.H. bersama Panitera Pengganti Yudhi
Dari pihak penggugat, hadir Darbi S.Ag selaku Sekretaris Umum Yayasan Sulusulu Pelita Negri, didampingi tim teknis dari KPH Minas Tahura selaku pemangku kawasan hutan. Tim teknis terdiri dari Adriansyah, Aswat Babul, dan Riyan, serta pejabat KPH dan Polhut yang turut memastikan keabsahan posisi titik koordinat sesuai peta gugatan.

Sidang lapangan dimulai dengan pembukaan resmi oleh majelis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan titik-titik koordinat batas areal yang digugat oleh pihak yayasan. Setelah seluruh titik batas ditemukan dan dicocokkan dengan peta lokasi, kegiatan dilanjutkan dengan penutupan oleh majelis hakim.

Turut hadir pula Miswan, Ketua DPW LSM KOREK Riau, yang memberikan apresiasi atas langkah hukum yang ditempuh Yayasan Sulusulu Pelita Negri.

Kami sangat menghargai perjuangan Yayasan Sulusulu Pelta Negari yang konsisten memperjuangkan kelestarian hutan di Riau. Meski sudah dua perkara sebelumnya belum berhasil, perjuangan ini tidak boleh berhenti. Karena yang kita kejar bukan semata kemenangan, tetapi nilai luhur menjaga lingkungan hidup untuk generasi mendatang,” ujar Miswan.

Miswan juga menegaskan bahwa kerusakan hutan di Provinsi Riau telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan akibat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap para pelaku perambahan dan pengusaha perkebunan sawit di kawasan hutan.

Menurutnya, tindakan membuka dan mengelola kebun sawit di dalam kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), yang dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3) huruf a secara tegas melarang setiap orang mengerjakan, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

Negara sudah memberi peringatan keras dan ancaman sanksi berat bagi pelaku perambahan. Tapi fakta di lapangan, segelintir cukong masih menguasai lahan di atas tanah negara, sementara rakyat kecil kesulitan mencari lahan untuk bercocok tanam,” tegas Miswan.

LSM KOREK Riau menyatakan akan terus mengawal proses hukum gugatan ini serta mendorong penegakan hukum yang berkeadilan bagi kelestarian hutan dan lingkungan hidup di Provinsi Riau.

Berita Lainnya

Index