Baru Seumur Jagung, Kepemimpinan Abdul Wahid di Riau Sarat Kontroversi dan Masalah

Baru Seumur Jagung, Kepemimpinan Abdul Wahid di Riau Sarat Kontroversi dan Masalah

MimbarRiau.com - Pernyataan Aktivis Riau, Muhajirin Siringo Ringo, yang menyebut bahwa baru di era kepemimpinan Gubernur Abdul Wahid seorang kepala daerah yang belum genap setahun menjabat namun sudah menelurkan berbagai permasalahan yang merugikan orang banyak, tampaknya bukan sekadar kritik pedas tanpa dasar. 

Sejumlah persoalan serius telah mencuat ke permukaan, menciptakan kegaduhan dan mengikis kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan di Bumi Lancang Kuning.

Deretan Masalah Anggaran: 

Mengorbankan Hak Rakyat 

Kekisruhan anggaran menjadi sorotan utama yang menyulitkan banyak pihak. Berikut adalah daftar masalah yang mengindikasikan adanya pengelolaan keuangan yang kurang profesional:

Bonus Atlet PON Ditunda dan Penundaan Porprov: 

Dunia olahraga Riau menjadi korban nyata. Penundaan pencairan bonus atlet PON yang berprestasi, diikuti rencana penundaan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) dengan alasan klise keterbatasan anggaran, menunjukkan indikasi ketidakpedulian pemerintah daerah terhadap motivasi dan ekosistem olahraga. 

Ironisnya, hal ini terjadi di tengah kabar adanya dana APBD Riau yang mengendap triliunan di bank, sebagaimana disoroti oleh Muhajirin Siringo Ringo. 

Upah TKSK Belum Terbayar 10 Bulan: Tertundanya upah bagi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) selama sepuluh bulan menjadi masalah kemanusiaan dan keadilan. 

Kelompok pekerja sosial yang seharusnya menjadi ujung tombak pemerintah dalam melayani masyarakat miskin justru menghadapi kesulitan ekonomi karena hak mereka diabaikan.

Gaji PPPK Tak Kunjung Cair: 

Nasib ratusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga terkatung-katung. Keterlambatan pencairan gaji PPPK yang baru direkrut menambah panjang daftar utang dan masalah pembayaran hak-hak pegawai di Pemprov Riau.

Deretan penundaan dan tunggakan pembayaran ini mencerminkan adanya masalah akut dalam perencanaan dan realisasi anggaran daerah, yang pada akhirnya merugikan kelompok masyarakat yang paling rentan.

Lemahnya Daya Tawar di Pusat dan Minimnya Gebrakan

Selain masalah internal, kepemimpinan Abdul Wahid juga dinilai minim dalam menunjukkan gebrakan atau terobosan yang signifikan untuk kemajuan Riau. Kritik atas daya tawar atau lobi yang "melempem di pusat" juga mengemuka.

Hal ini disorot dari masalah Dana Pi 1 Dolar yang mengacu pada pembagian dana dari pemerintah pusat ke daerah. 

Jika lobi dan diplomasi kepala daerah kuat, seharusnya Riau, sebagai salah satu provinsi penghasil sumber daya alam yang besar, mampu mendapatkan porsi dana perimbangan yang lebih besar dan adil. 

Angka dana yang diterima yang terkesan minimalis menjadi indikasi bahwa keberanian dan kapabilitas negosiasi Gubernur di tingkat nasional masih lemah.

Dengan adanya tunggakan utang daerah yang sempat disebut mencapai triliunan rupiah (masalah tunda bayar yang membuat Gubernur "pusing tujuh keliling" di awal menjabat), serta berbagai isu pembayaran yang mandek, sulit bagi publik untuk melihat kinerja pemerintah provinsi sebagai responsif dan solutif.

Kesimpulan:

Belum genap setahun, masa jabatan Gubernur Abdul Wahid diwarnai oleh serangkaian kontroversi dan masalah keuangan yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat, mulai dari atlet berprestasi, tenaga sosial, hingga pegawai baru. 

Kritikan Muhajirin Siringo Ringo bukan hanya sekadar gertakan politik, melainkan cerminan dari kegelisahan publik yang melihat kepemimpinan daerah saat ini terlalu sibuk mengurus masalah warisan dan masalah baru, alih-alih fokus pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan. 

Riau membutuhkan seorang pemimpin yang tegas, berani bertanggung jawab, dan memiliki kapasitas lobi yang kuat di tingkat pusat untuk memastikan hak-hak daerah terpenuhi dan roda pembangunan tidak terhenti. **

Berita Lainnya

Index