Kades Kohod Jual Laut ke Nono Sampono Rp 33 Miliar

Kades Kohod Jual Laut ke Nono Sampono Rp 33 Miliar
Empat terdakwa kasus pagar laut perairan Tangerang menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang, 30 September 2025. Tempo/Ayu Cipta

Tangerang - KEPALA Desa Kohod Arsin bin Asip didakwa menjual lahan laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Ia bersekongkol dengan 3 terdakwa lain, yakni Sekretaris Kades Kohod Ujang Karta, pengacara Septian Prasetya, dan Candra Eka Agung Wahyudi.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Banten Faiq Nur Fiqri Sofa menjelaskan penjualan terjadi pada pertengahan tahun 2022 hingga Januari 2025. Keempat terdakwa diketahui mengubah status lahan perairan Desa Kohod seolah-olah merupakan daratan milik warga.

"Terdakwa Arsin selaku Kepala Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang menawarkan tanah pinggir laut yang ada patok-patok bambu," kata Jaksa Faiq di depan majelis  hakim menyidangkan perkara diketuai Hakim Hasanuddin.

Keterlbatan mereka terungkap dalam sidang dakwaan kasus pagar laut yang digelar di Pengadilan Negeri Serang yang digelar Selasa, 30 September 2025. Berkas dakwaan yang dibacakan jaksa dalam persidangan itu menyebut para terdakwa melakukan tindak korupsi.

Lahan perairan seolah-olah  darat itu ditawarkan Arsin kepada Deny Prasetya Wangsa dari PT. Cakra Karya Semesta. "Tawaran tersebut kemudian disampaikan kepada Nono Sampono selaku Direktur  PT Cakra Karya Semesta," kata jaksa Faiq.

Nono menolak tawaran itu dengan alasan tanah tak memiliki sertifikat. Pasca penolakan itu munculah sosok Hasbi Nurhamdi. Ia membujuk Arsin jika agar bersedia membuat dokumen syarat penerbitan sertifikat  hak milik (SHM) dengan iming-iming imbalan Rp. 500 juta.

Syarat yang dimaksud adalah Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) atas nama masyarakat, Nomor Obyek Pajak (NOP) hingga SPPT-PBB, seakan-akan tanah itu daratan. Padahal, lokasi yang hendak disertifikatkan merupakan wilayah lautan.

Terdakwa Arsin lantas mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk  (KTP) dan Kartu Keluarga  (KK) dari penduduk setempat. Masyarakat yang namanya masuk dalam daftar pemohon itu hanya dimanfaatkan identitasnya saja. Padahal permohonan itu fiktif.

Berbekal itu, Arsin menerbitkan 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) pada 20 Juni 2022 dengan total luas 300 hektar. Belakangan PT Cakra Karya Semesta membeli lahan seluas 300 hektar dengan harga Rp 10 ribu per meter atau total Rp 33 miliar.

Arsin mencetak dokumen SKTG menggunakan komputer dan printer milik Sekretaris Desa Ujang Karta. Dokumen yang sudah dicetak lalu diserahkan kepada Hasbi Nurhamdi untuk diuruskan NJOP dan SPPT-PBB ke Badan Pendapatan Daerah Kabupaten (Bapenda) Tangerang,:

Proses itu berjalan mulus setelah Arsin menemui Kepala Bidang PBB Bapenda Kabupaten Tangerang  Dwi Candra Budiman. Bapenda lalu menerbitkan 203 SPPT-PBB. “Penerbitan dilakukan seakan-akan tanah laut tersebut sudah dibayar pajaknya,” kata Faiq.

Sidang dakwaan juga mengungkap keterlibatan Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi. Keduanya diketahui membantu pengurusan dokumen tambahan seperti PM 1, surat pernyataan kepemilikan, hingga surat keterangan tanah untuk mempercepat penerbitan SHM.

Proses pengubahan status lahan tersebut berlangsung pada Juli sampai September 2024. Setelah selesai, Septian yang bertindak seolah sebagai pengacara warga Kohod, lalu menjalin kontrak perjanjian jual-beli dengan PT Cakra Karya Semesta.

Arsin menerima imbalan dari Deny Prasetya Wangsa sebesar Rp 16,5 miliar. Ia lalu membagikan Rp 4 miliar di antaranya kepada warga Kohod yang namanya dicatut untuk penerbitan sertifikat. Masing-masing orang menerima Rp 10 juta.

Selebihnya senilai Rp12,5 miliar dikuasai Hasbi. Uang itu dibagikan kepada 4 terdakwa dengan rincian:  Arsin menerima  Rp.500 juta, Ujang Karta Rp.85 juta. Adapun  Septian dan  Candra masing-masing Rp. 250 juta.

Menurut jaksa, lahan yang sudah dijual kepada PT Cakra Karya Semesta itu kemudian dialihkan kepemilikannya kepada perusahaan lain bernama PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp 39,6 miliar.

Dalam surat dakwaan itu para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya

Index