Kenapa DPR Lanjut Bahas RUU Penyesuaian Pidana Usai KUHAP Disahkan, Bukan RUU Perampasan Aset?

Kenapa DPR Lanjut Bahas RUU Penyesuaian Pidana Usai KUHAP Disahkan, Bukan RUU Perampasan Aset?
Ilustrasi Rapat DPR. TEMPO/M Taufan Rengganis

MimbarRiau.com - KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengagendakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana usai mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, Selasa 18 November 2025.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pembahasan RUU Penyesuaian Pidana dilakukan dalam rangka pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada 2 Januari 2025. Adapun KUHP telah disahkan pada 2023 lalu, sedangkan KUHAP disahkan Selasa 18 November 2025.

"Pekan depan RUU Penyesuaian Pidana dibahas sebagai turunan, tindaklanjut dari KUHP," kata Habiburokhman di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 19 November 2025.

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana akan dibahas setelah aturan turunan dari KUHAP baru selesai. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan mengatakan terdapat belasan aturan turunan KUHAP yang harus segera diselesaikan.

"Jadi gini Perampasan aset pisahkan dulu. Ini KUHAP kan masih harus ada aturan pelaksanaannya. Ada kalau tidak salah, 18 atau 11, ya? Saya lupa berapa itu PP (Peraturan Pemerintah), yang kami mau percepat sampai dengan akhir tahun," kata Supratman usai rapat paripurna DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2025.

Ia mengatakan deretan peraturan turunan itu harus diselesaikan akhir tahun 2025. Sebab, KUHAP baru akan berlaku pada 2 Januari 2026. "Karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada 3 PP yang mutlak harus diselesaikan," ujar dia.

Pada 21 Oktober 2025, Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan, jika pembahasan terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana akan dibahas usai RUU KUHAP disahkan menjadi UU.

Alasannya, UU KUHAP harus lebih dulu dirampungkan guna mencegah penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, khususnya terkait operasi perampasan aset.

Hal serupa juga pernah disampaikan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad saat menggelar pertemuan dengan perwakilan mahasiswa, 3 September lalu. Dasco mengatakan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bisa dilangsungkan setelah pembahasan UU KUHAP rampung.

Dia menjelaskan, saat itu proses pembahasan UU KUHAP di Komisi III DPR masih dalam tahap menerima partisipasi publik.

"Tetapi, kami sudah sampaikan ke pimpinan Komisi III bahwa ada batas limit yang mesti diselesaikan karena partisipasi publiknya sudah banyak dan cukup lama," kata Dasco, 3 September 2025.

Ia mengatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana mesti dilakukan setelah pembahasan revisi UU KUHAP untuk menghindari potensi tumpang tindih peraturan. 

"Karena saling terkait," ujar politikus Partai Gerindra itu.

Adapun, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana mulanya diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK pada 2008 silam. Dalam perjalannya, RUU ini sempat masuk dalam daftar program legislasi nasional prioritas pada 2023.

Kendati begitu, pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana belum menemukan titik terang. Pada Maret 2023 lalu, Ketua Komisi III DPR saat itu, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengatakan, tak berani untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tanpa izin Ketua Umum Partai.

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengatakan, pada prinsipnya pemerintah dan DPR menginginkan agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana bisa mengakomodasi seluruh bidang, bukan hanya tindak pidana korupsi.

Dia mengatakan, Perampasan Aset tidak bisa didefinisikan hanya berfokus pada urusan tindak pidana korupsi. Namun, juga harus meliputi persoalan yang berkelindan lainnya.

"Jadi, kami ini ingin semua. Karena yang namanya Perampasan Aset itu tidak sebatas korupsi saja," kata Hiariej pada 17 September 2025.

Berita Lainnya

Index