Menuju Puncak Pacu Jalur

Menuju Puncak Pacu Jalur
Antara/Fachrozi Amri

Taluk kuantan - LOMBA sampan di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, itu disebut pacu jalur. Pacu jalur ini berlangsung di Kabupaten Kuantan Singingi sejak ratusan tahun lalu, yakni sekitar awal abad ke-17.

Pacu jalur digelar terjadwal, dimulai dari tingkat rayon di kecamatan pada awal Juni. Sedangkan puncaknya di ibu kota kabupaten, Teluk Kuantan, selama lima hari pada 20-24 Agustus setiap tahun.

Pacu jalur adalah lomba sampan atau perahu tradisional berukuran panjang 30-35 meter. Lomba ini diikuti oleh hampir semua desa di Kabupaten Kuantan Singingi. Menyaksikan pacu jalur sangat asyik, suasana sangat ramai.

Di Sungai Kuantan, tepatnya di Gelanggang Tepian Narosa, Teluk Kuantan, tempat digelar lomba sampan yang disebut pacu jalur ini, tampak ratusan sampan jalur peserta. Setiap sampan berkapasitas 50-70 anak pacu atau atlet dayung.

Suasana makin terasa eksotis ketika menyaksikan lebih dari 10 ribu anak pacu atau atlet dayung pacu jalur berada di sungai dengan berbagai model dan warna kostum serta kain ikat kepala sehingga terlihat sangat indah. Sampan atau jalur yang akan berpacu pun dihiasi ornamen dan ukiran indah sehingga makin menambah semarak.

Suasana pacu jalur ini terkadang terasa sakral, tapi mengasyikkan untuk ditonton. Anak pacu atau atlet dayung pacu jalur ini sesekali memekikkan suara riuh khas Kuantan Singingi. Pekik purba itu bersahut-sahutan di antara anak pacu atau atlet dayung dari masing-masing jalur. Ini yang membuat suasana terasa sakral, kemudian cair menjadi suasana gembira.

Pacu jalur di Kuantan Singingi ini merupakan warisan budaya Hindu-Buddha yang berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Pawang mempunyai tempat penting dalam pacu jalur dan memiliki kuasa tertinggi dari setiap jalur.

Tidak ada yang berani melanggar larangan pawang. Pawang merawat jalur seperti makhluk spiritual. Lewat mantra yang dirapalkan, pawang membangun komunikasi supranatural dengan jalur. Sebelum berangkat ke arah hulu gelanggang, setiap jalur menjalani prosesi ritual pawang.

Bagaimana pacu jalur terus bertahan? Bagaimana sejarahnya dan apa bedanya pacu jalur dulu dan kini? Said Mustafa Husin, seniman Kuantan Singingi, menulis esai tentang pacu jalur di artikel.

Berita Lainnya

Index