KAMPAR – Program Revitalisasi Danau Bokuok di Desa Aur Sati, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, yang dikerjakan secara bertahap oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera Wilayah III dengan anggaran mencapai puluhan miliar rupiah, kini menuai kritik tajam.
.jpg)
Setelah pembangunan infrastruktur yang megah, termasuk penataan kawasan, anjungan, hingga Kantor Pengamat, kondisi kebersihan tempat wisata ini dilaporkan tidak terawat dengan baik.

Pantauan di lapangan menunjukkan, beberapa fasilitas yang baru dibangun mulai terlihat kotor dan tidak terurus. Sampah domestik dan dedaunan menumpuk di beberapa sudut, sementara area publik seperti jalan inspeksi dan pondok-pondok santai tampak minim sentuhan pemeliharaan rutin.
Ironisnya, kondisi ini terjadi meskipun di area danau tersebut telah didirikan Kantor Pengamat sebagai bagian dari proyek revitalisasi tahap I.

Kehadiran kantor ini seharusnya menjadi pusat kontrol dan pengawasan terhadap fungsi konservasi dan pariwisata danau, termasuk memastikan kebersihan dan pemeliharaan berjalan optimal.
"Sangat disayangkan, uang negara miliaran rupiah sudah dikucurkan untuk mempercantik danau ini, bahkan sudah dibangun kantor pengawas, tapi hasilnya begini," ujar Rina (35), salah satu pengunjung lokal, yang mengaku kecewa melihat tumpukan sampah di dekat anjungan.

“Waktu pembangunannya sangat gencar diberitakan, tapi setelah selesai, seolah-olah tanggung jawabnya menghilang.”
Revitalisasi Danau Bokuok, yang tujuannya meliputi konservasi, retensi banjir Sungai Kampar, serta pengembangan potensi pariwisata dan UMKM, seharusnya menjadi aset kebanggaan daerah.

Namun, tanpa adanya pengelolaan kebersihan dan pemeliharaan yang konsisten, manfaat jangka panjang dari proyek ini dikhawatirkan tidak akan tercapai.
Pekerjaan revitalisasi yang melibatkan pengerukan, pengangkatan gulma, perkuatan tebing dengan turap beton, hingga pembangunan landscape, telah mengubah Danau Bokuok dari sekitar 7 hektar menjadi 21 hektar.

Kini, muncul pertanyaan besar mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemeliharaan harian pasca-serah terima proyek.
Para tokoh masyarakat dan pegiat lingkungan mendesak Pemerintah Kabupaten Kampar, khususnya dinas terkait, untuk segera mengambil langkah konkret.

Perlu adanya kejelasan peran antara Balai Wilayah Sungai (BWS) sebagai pelaksana proyek, Pemerintah Daerah sebagai pengelola aset, dan masyarakat setempat sebagai pengguna kawasan wisata.
"Fungsi konservasi dan pengendali banjir memang utama, tetapi potensi wisatanya adalah harapan ekonomi masyarakat. Jika tempat ini kotor, wisatawan akan malas datang," Kata Rina.

“Kantor pengamat harus aktif, tidak hanya sebagai bangunan mati. Perlu ada petugas kebersihan dan pengelola yang digaji untuk memastikan Danau Bokuok tetap indah.”

Pemerintah daerah diharapkan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian PUPR dan BWS Sumatera III untuk menyusun rencana operasional dan pemeliharaan (OP) jangka panjang yang melibatkan peran aktif pemerintah desa dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) setempat. **