DPR Dorong Revisi KUHAP, Perkuat Posisi Warga di Hadapan Hukum

Kamis, 16 Oktober 2025 | 11:27:20 WIB
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman memimpin RDPU di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dok. DPR

MimbarRiau.com - Komisi III DPR RI terus melanjutkan penyerapan aspirasi dalam rangka revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyegeraan pembahasan dianggap penting karena adanya kebutuhan mendesak untuk membangun sistem peradilan Indonesia yang lebih adil dan seimbang bagi masyarakat pencari keadilan. Dalam kesempatanini, Komisi III menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Mahasiswa Nusantara di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2025.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP harus diprioritaskan karena regulasi yang berlaku saat ini masih menempatkan warga negara dalam posisi yang lemah. Ia mencontohkan, ketika seorang warga diperiksa pertama kali sebagai saksi dalam proses hukum, ketentuan yang ada belum memberikan hak untuk didampingi kuasa hukum.

“Dia baru bisa didampingi penasihat hukum atau kuasa hukum setelah berstatus tersangka. Itu istilahnya, bisa jadi sudah babak belur dulu, sudah bikin pengakuan macam-macam, baru bisa didampingi kuasa hukum,” ujar Habiburokhman saat memimpin RDPU.

Lebih lanjut, ia menyoroti keterbatasan kewenangan kuasa hukum dalam tahap pemeriksaan saksi. Kuasa hukum hanya boleh duduk diam, mencatat, mendengarkan, bahkan dibatasi geraknya untuk melakukan pembelaan maupun berkomunikasi aktif dengan klien. “Kewenangan kuasa hukum yang dibatasi ini semakin menunjukkan bahwa sistem peradilan kita belum sepenuhnya adil,” tegas legislator dari Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Menurut Habiburokhman, KUHAP sejatinya mengatur relasi antara negara dengan warga negara yang sedang berhadapan dengan hukum. Namun, selama ini relasi tersebut tidak berjalan seimbang. Negara memiliki kekuasaan yang sangat besar, sedangkan warga negara sering kali tidak berdaya dalam menghadapi proses hukum.

“Akibatnya, orang yang bermasalah dengan hukum, salah tidak salah, kemungkinan besar berakhir di penjara,” ujarnya.

Karena itu, revisi KUHAP diharapkan fokus pada penguatan hak-hak tersangka dan saksi, serta peningkatan peran advokat dalam proses hukum. Ia menilai, pengawasan terhadap aparat penegak hukum tidak harus melalui pembentukan lembaga baru, melainkan dengan memperkuat posisi warga negara dan kuasa hukum.

“Cara mengontrol negara bukan dengan menambah lembaga, tapi dengan memperkuat posisi warga negara dan kuasa hukum. Lewat mereka, kita bisa memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil,” tandasnya.

Revisi RUU KUHAP ini diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan peradilan pidana yang lebih berimbang, memberikan perlindungan hukum sejak tahap awal, dan menjamin keadilan bagi seluruh warga negara.

Terkini