Kilas Balik Pemeriksaan Ahok di KPK dalam Kasus Korupsi LNG

Jumat, 26 September 2025 | 15:05:30 WIB
Tersangka korupsi impor Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina, Hari Karyuliarto, setelah diperiksa di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 22 September 2025. Tempo/M Taufan Rengganis

Jakarta - MANTAN Direktur Gas PT Pertamina (Persero) periode 2012-2014, Hari Karyuliarto, meminta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok serta Nicke Widyawati bertanggung jawab atas kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina. Kasus itu menyebabkan kerugian negara sebesar US$ 113,8 juta atau setara Rp 1,8 triliun.

"Untuk kasus LNG, saya minta Pak Ahok dan Bu Nicke bertanggung jawab," kata Hari sebelum masuk ke dalam gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Kamis, 25 September 2025.

Hari merupakan salah satu tersangka kasus korupsi impor LNG Pertamina, Kasus ini jadi materi penyidikan setelah KPK menemukan kerugian akibat kontrak Peramina dengan Corpus Christi Liquefaction sepanjang periode 2013-2020. Kasus korupsoi ini menyeret Ahok yang berujung pemeriksaan sebagai saksi pada 7 November 2023 serta 9 Januari 2025.

Pada pemeriksaan pertama, Ahok dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi untuk Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. Dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG ini menyebabkan Karen Agustiawan menjadi tersangka pada 19 September 2023.

Usai diperiksa KPK kala itu, Ahok menyatakan telah memerintahkan kepada jajaran direksi Pertamina untuk memitigasi potensi risiko akibat dugaan adanya masalah pada kontrak pengadaan LNG tahun 2011-2021. "Yang pasti kami sudah kasih arahan ke direksi harus mitigasi risiko," ujar Ahok pada 7 November 2023.

Ahok mengatakan Pertamina adalah badan usaha yang bertujuan mencari keuntungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kata Ahok, Pertamina juga telah merevisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). "Kita tentu dagang kan ingin modal sedikit untung gede, jangan jadi rugi. AD/ART Pertamina juga sudah kita revisi," ujarnya.

Usai menjalani pemeriksaan pada 9 Januari 2025, Ahok mengatakan penyidik KPK hanya meminta konfirmasi atas pemeriksaan sebelumnya. "Kami udah pernah diperiksa kan, makanya tadi lebih cepat karena udah ada semua gitu loh. Tinggal mengkonfirmasi aja," katanya usai menjalani pemeriksaan, pada Kamis, 9 Januari 2025.

Ahok menyatakan tak mengetahui detail perkara yang melibatkan Karen Agustiawan. Sebab, kata dia, kasus tersebut tidak terjadi di zamannya. Ahok mengaku diperiksa lantaran kasus ini terbongkar saat dirinya menjabat sebagai komisaris. "Cuman kita yang temukan, waktu zaman saya jadi Komut," ujarnya.

Kilas balik kasus dugaan korupsi pengadaan LNG

Perkara kasus dugaan korupsi LNG berawal sekitar 2012 kala Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia. Saat itu defisit gas diprediksi terjadi di Indonesia dalam kurun 2009-2040, sehingga perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan.

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina pada 2009 lalu mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Karen diduga memutuskan untuk menjalin kontrak pembelian dengan CCL secara sepihak.

Menurut KPK, kontrak dengan CCL dibuat tanpa kajian yang memadai. Jajaran direksi pun tak pernah melaporkan rencana bisnis itu kepada Dewan Komisaris Pertamina. Begitupun saat forum rapat umum pemegang saham (RUPS) digelar. Dengan begitu, keputusan bisnis itu dianggap belum mendapatkan restu dari pemerintah saat itu.

Buntut keputusan ini, kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi kelebihan pasokan. Terlebih saat masa pandemi Covid-19. Pertamina tetap harus membeli meski permintaan pasokan gas ketika itu mengalami penurunan.

Dalam kasus korupsi di Pertamina ini, Karen Agustiawan telah divonis bersalah. Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menjatuhi Karen Agustiawan dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dalam perkara korupsi pengadaan LNG.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Hakim Maryono kala itu di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.

Pada Juli 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini. Penetapan tersangka tersebut diperoleh dari hasil pengembangan penyidikan. “Dua tersangka penyelenggara negara dengan inisial HK dan YA,” kata juru bicara KPK yang masih dijabat oleh Tessa Mahardhika pada 2 Juli 2024.

Terkini