Dugaan Mark-up Pengadaan Bibit Sawit Dinas Pertanian dan Perikanan Inhu: Harga Jauh di Atas Standar

Dugaan Mark-up Pengadaan Bibit Sawit Dinas Pertanian dan Perikanan Inhu: Harga Jauh di Atas Standar
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Indragiri Hulu, Dedi Dianto, SP

MimbarRiau.com - Pengadaan bibit kelapa sawit bersertifikat oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Indragiri Hulu (Inhu) untuk periode anggaran 2023 hingga 2025 menjadi sorotan tajam. 

Program pengadaan yang mencapai nilai miliaran rupiah ini diduga keras terjadi praktik mark-up harga, yang semestinya menjadi atensi serius bagi aparat penegak hukum.

Dugaan ini muncul berdasarkan temuan data yang menyebutkan adanya selisih harga signifikan antara harga pasar normal dengan harga beli dinas.

Harga Bibit Sawit Melonjak Tinggi

Menurut data yang dihimpun oleh MimbarRiau.com, harga bibit kelapa sawit bersertifikat yang umumnya beredar di pasaran berada di kisaran Rp 50.000 per batang. Namun, Dinas Pertanian dan Perikanan Inhu justru melakukan pembelian dengan harga yang jauh lebih tinggi, yakni mencapai Rp 78.000 per batang. 

Selisih harga yang cukup fantastis ini menimbulkan kecurigaan kuat terhadap adanya penggelembungan dana (mark-up) dalam proses pengadaan.

Pembelaan Kepala Dinas dan Pengakuan Beban

Saat dikonfirmasi di kantornya, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Inhu, Dedi Dianto, membela diri dengan menyatakan bahwa harga pembelian tersebut sudah berdasarkan standar harga pasar yang diklaim telah disurvei oleh pejabat pengadaan.

"Harga yang kami gunakan sudah sesuai standar dan telah melalui survei," ujar Dedi Dianto.

Namun, pengakuan selanjutnya dari Kadis Dedi Dianto justru menambah kerumitan masalah ini. Dedi Dianto mengaku merasa terbebani dengan kegiatan pengadaan tersebut. 

Ia mengungkapkan bahwa kegiatan itu merupakan hasil dari pokok-pokok pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Inhu.

"Kegiatan ini adalah Pokir dewan. Saya merasa terbebani. Saya tidak berani menawar karena permintaan dari dewan adalah agar jangan sampai ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dalam kegiatan tersebut," ungkap Dedi Dianto.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya intervensi dari pihak legislatif dalam penentuan kegiatan dan pelaksanaan anggaran, yang berpotensi memengaruhi proses negosiasi harga dan menimbulkan kerugian negara.

Desakan Agar Penegak Hukum Bertindak

Dengan adanya indikasi mark-up yang jelas dan pengakuan adanya tekanan terkait Pokir dewan dan menghindari SILPA, publik mendesak agar kasus dugaan korupsi pengadaan bibit sawit miliaran rupiah ini segera menjadi perhatian serius dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian, untuk mengungkap tuntas dugaan penyimpangan anggaran yang merugikan keuangan daerah ini.

Bagaimana menurut Anda, langkah apa yang paling tepat untuk dilakukan penegak hukum terkait dugaan mark-up yang melibatkan Pokir dewan ini? **

Berita Lainnya

Index