Pekanbaru – Yayasan MAPELHUT JAYA mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rokan Hulu untuk segera melayangkan surat resmi penghentian sementara kegiatan operasional Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT MAN. Desakan ini muncul menyusul temuan bahwa PT MAN diduga meningkatkan kapasitas pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) sawit dari 45 ton menjadi 60 ton per jam tanpa mengantongi izin lengkap dari instansi berwenang.
Ketua Yayasan MAPELHUT JAYA, Darbi SAG, menegaskan bahwa penambahan kapasitas produksi tersebut tidak cukup hanya dengan izin lingkungan dari DLH Rokan Hulu, melainkan harus mendapat persetujuan dari DLHK Provinsi Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingat PT MAN merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).
“Peningkatan kapasitas pabrik sawit wajib disertai dokumen lingkungan terbaru dan persetujuan dari kementerian. Jika tidak, ini jelas pelanggaran serius yang harus segera ditindak,” ujar Darbi.
Yayasan MAPELHUT JAYA juga menegaskan bahwa sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja), perusahaan yang beroperasi tanpa izin lengkap dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin, bahkan pidana dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar jika terbukti menyebabkan pencemaran lingkungan.
Selain itu, Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja menegaskan bahwa perusahaan sawit yang beroperasi tanpa izin atau belum memenuhi syarat perizinan dapat dikenai denda administratif, penghentian operasional, dan penyegelan fasilitas oleh KLHK.
“Yayasan MAPELHUT JAYA meminta DLH Rohul dan DLHK Provinsi Riau segera melakukan verifikasi lapangan dan bertindak tegas sesuai kewenangan. Kami juga akan menyampaikan laporan resmi ke KLHK agar tidak ada celah hukum bagi perusahaan yang merusak lingkungan,” tegas Darbi.
Langkah ini, tambahnya, merupakan komitmen Yayasan MAPELHUT JAYA dalam mengawal penegakan hukum lingkungan dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam untuk masyarakat Riau.